JAKARTA – Akselerasi Transformasi dapat dimaknai ” Para Pemimpinnya di semua lini selaras dengan nilai nilai Tri Brata dan Catur Prasetya dalam hidup dan kehidupannya sebagai polisi melalui pemolisiannya.
Selaras dalam konteks Akselerasi Transformasi secara sederhana yaitu ada rasa bahagia walau serba sederhana dan apa adanya dalam menjalankan dan mengimplementasikan Tri Brata dan Catur Prasetya.
Akselerasi Transformasi dapat dianalogikan tubuh kita yang sehat, harmoni dalam sistem sistemnya dalam ranah Birokrasi maupun ranah masyarakat.
Bagi badan yang waras tatkala ada yang tidak beres sedikit saja rasanya tidak nyaman. Ada sesuatu yang nyelip di gigi rasa tidak nyaman bisa ke mana mana gangguannya.
Akselerasi transformasi Polri dimulai dari pemimpin di semua lini dalam mengharmoniskan yang dapat dianalogikan sebagai dirigen dalam suatu orkestra.
Para pemimpin harus sadar transformasi dimulai dari kepalanya untuk mengharmoniskan pemolisian yang prinsipnya sama namun implementasinya dapat bervariasi sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya.
Pemimpin bukan segala galanya, namun dari kebijakan pemimpin bisa melakukan segala galanya. Maka moralitas, pengendalian diri pemimpin untuk tidak tamak, jumawa dan amarah dalam mengimplementasikan
keutamaannya bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban.
Akselerasi transformasi Polri sejatinya merupakan sharing of happiness. Akselerasi Transformasi sejatinya reformasi dengan pendekatan dari hati ke hati berbagi kebahagiaan dalam mengimplementasikan keutamaan.
Anthony de Mello spiritualis dari India mengatakan kebahagian adalah buah sesuatu, bukan sesuatu.
Rabindranath Tagore mengatakan di dalam mimpi aku mendapatkan bahwa hidup adalah kebahagian. Tatkala aku bangun ak mendapatkan bahwa hidup itu ternyata kewajiban. Dan tatkala aku memenuhi kewajiban aku menemukan kebahagiaan.
Ki Ageng Suryomentaram spiritualis atau bisa dikatakan filsuf yangi mencari dan menemukan ” begja” atau hidup bahagia. Bahagia menurut Ki Ageng Suryomentaram sejatinya adalah hal yang sederhana dan mudah di implementasikan. Bahagia itu sederhana dan dalam kesederhanaan ada kebahagiaan.
Pemimpin dalam kepemimpinannya salah satunya mampu melihat potensi potensi kebahagiaan di dalam institusi yang dipimpinnya maupun dalam masyarakat yang dilayaninya.
Sekalipun dalam kondisi serba terbatas dan sederhana namun tatkala hati dan jiwa bahagia di situ ada energi positif.
Akselerasi transformasi Polri berbasis moralitas dan literasi untuk mampu menemukan jatidirinya dan kebahagiaan sejatinya.
Point Point Penting Akselerasi Transformasi Polri dalam Mengimplementasikan Tribrata dan Catur Prasetya:
1. Kepemimpinan Kebijakan sebagai refleksi Keutamaan.
2. Gaya Hidup Bersahaja dan tidak hedon, tidak Sombong dan Tidak Menyakiti Masyarakat.
3. Pelayanan Publik Prima.
a.Keamanan
b.Keselamatan
c.Hukum
d.Administrasi
e.Informasi
f.Kemanusiaan
4. Inisiatif Anti Korupsi
a.Membangun Sistem on line berbasis Elektronik.
b.Mengimplementasikan SOP.
c.Menerapkan Sistem Reward And Punishment
5. Pembinaan SDM berbasis Merit Sistem.
6. Sistem Operasional yang Proaktif and Problem Solving.
7. Memberdayakan Media Sebagai sarana Edukasi Informasi dan Inspirasi.
8. Tingkatkan Harkamtibmas (Kehadiran Polisi dalam Masyarakat).
9. Melakukan komunikasi yg baik.
10. Penegakan Hukum transparan akuntabel.
Dalam mengimplementasikan Akselerasi Transformasi Polri dengan jiwa “Bahagia” dimulai dari diri sendiri yang mampu melihat sisi kebaikan dan mensyukurinya yang senantiasa menjalankan keutamaannya.
Hakekat para pemimpin dengan kepemimpinannya dalam akselerasi transformasi adalah berbagi kebahagiaan, karena dengan hidup bahagia akan ada kepekaan, kepedulian dan bela rasa bagi kemanusiaan, semakin manusiawinya manusia.
Ketulusan, kecintaan dan kebanggan diajarkan dilatihkan secara berkesinambungan. Bukan karena kepentingan yang sarat tipu daya topeng rekayasa.
Hidup yang bahagia tatkala dalam hidupnya mampu memahami, mensyukuri walaupun dalam berbagai tantangan bahkan kesulitan kehidupan.
Kebahagiaan itu apa adanya dan menikmati serta mampu memberdayakan apa yang bisa serta dari apa yang ada. Ini juga bermakna dasarnya moralitas dan literasi agar pemolisiannya profesional, cerdas, bermoral dan modern.
Kebiasaan yang baik akan membawa pada hati nurani yang baik pula. Di situlah seni dalam hidup, walau kadang dianggap biasa biasa dan seakan semua orang bisa. Olah jiwa, Olah Rasa, Olah Pikir, Olah raga dan Bhakti Masyarakat itu salah satu cara membuat orang bisa bahagia yang berdampak para petugas polisi dapat diterima, didukung dan dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang dilayaninya.
Pemimpin dengan kebahagiaannya berbagi kebahagiaan menuju hidup bahagia sesungguhnya menuju pada jati dirinya. Sederhana dan mudah dilakukan dengan kesadaran yang penuh dengan rasa syukur yang mendalam. Bahagia sejati tidak menyusahkan apalagi mengeksploitasi dari kesusahan orang lain.
Kebahagiaan yang tercipta di atas penderitaan orang lain bukanlah kebahagiaan melainkan penindasan. Kebahagiaan akan sirna tatkala hidup diisi dengan sikap cengeng yang terus mengeluh dan selalu minta dikasihani.
Seni yang membahagiakan tatkala hidupnya mampu memberi ruang berbagi bagi orang lain bisa ikut menikmati. Tentu saja itu semua penuh dengan ketulusan yang apa adanya tanpa mengada ada.
Keteraturan sosial yang dikaitkan dalam keamanan dalam negeri untuk mendukung produktifitas agar masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang.
Dalam konteks melindungi mengayomi melayani dan menegakkan hukum maka keamanan dan rasa aman wujud harmoni dalam kebahagiaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang merupakan ikon peradaban.
Hakekat Keamanan Dalam Negeri :
1. Adanya Keamanan dan Rasa Aman warga masyarakat.
2. Harmoni dalam Kebhinekaan.
3. Tegak dan adanya Budaya Patuh Hukum.
4. Pemberdayaan Sumber Daya bagi Keadilan Sosial.
5. Penanganan Konflik Secara Beradab.
6. Semakin Manusiawinya Manusia.
7. Terwujud dan Terpelihara Keteraturan Sosial.
8. Transparan dan Akuntabel.
9. Berorientasi pada Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat.
10. Perlindungan, Pengayoman dan Pelayanan kepada publik berstandar Prima.
Dalam Akselerasi Transformasi, Polisi dalam Pemolisiannya menunjukan:
1. Polisi sebagai penjaga kehidupan.
2. Polisi sebagai pembangun peradaban.
3. Polisi sebagai pejuang kemanusiaan.
4. Polisi sebagai penegak hukum dan keadilan.
5. Pemolisiannya menunjukkan tingkat dan kualitas profesional, cerdas bermoral dan modern yang dilandasi kesadaran, tanggung jawab dan disiplin.
6. Pemolisiannya smart policing, harmoni dan terintegrasi nya conventional policing, electronic policing dan forensic policing.
7. Pemolisiannya berbasis pada supremasi hukum.
8. Pemolisiannya mampu memberikan jaminan dan perlindungan HAM.
9. Pemolisiannya transparan dan akuntabel secara moral, secara hukum, secara administrasi, secara fungsional dan secara sosial.
10. Pemolisiannya berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Polisi dan pemolisiannya dalam perspektif perilaku organisasi sejatinya merefleksikan kualitas literasi di ranah birokrasi maupun masyarakat dalam upaya membuat harmoni dan kebahagiaan dengan terwujud dan terpeliharanya keamanan dan rasa aman.
Dalam Akselerasi Transformasi Polri berupaya menghilangkan atau setidaknya meminimalisir adanya:
1. Premanisme Premanisme tumbuh subur dalam lingkungan yang sarat dengan KKN, ketidak adilan, pendekatan personal, lemahnya penegakkan hukum.
2. Berbagai bentuk kejahatan Kejahatan konvensional, kejahatan trans national, kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime, kejahatan siber, kejahatan jalanan dan kejahatan kerah putih, narkotika.
3. Berbagai bentuk pelanggaran. Pelanggaran administrasi, pelanggaran HAM, pelanggaran operasional dan tata kelola. Munculnya berbagai hal yang ilegal.
4. Berbagai gangguan keamanan dari faktor: alam dan lingkungan Alam dan lingkungan dari bencana alam hingga kerusakan alam lingkungan dari udara, air, tanah, gunung, laut, dan berbagai kawasannya.
5. Gangguan dari berbagai faktor sumber daya manusia. Tingkat kecerdasan dan kualitas sumber daya manusia sangat mendasar bagi terwujudnya keteraturan sosial.
6. Gangguan dari faktor politik dan kebijakan publik Politik yang tanpa hati nurani kebijakan publiknya kontra produktif. Lebih pada kepentingan diri dan kroninya.
7. Mengatasi berbagai gangguan akibat perubahan sosial, globalisasi dan modernisasi Perubahan begitu cepat menembus batas ruang dan waktu. Media dan sistem komunikasi transportasi saling adu kekuatan. Muncul era post truth, hoax, serangan siber, dan sebagainya.
8. Primordialisme yang kontraproduktif, tidak rasional dan sarat emosional. Tatkala primordial dijadikan alat maka kebencian akan menjadi penyulut konflik sosial bahkan perang saudara.
9. Memperbaiki sistem pelayanan kepada publik di bidang : keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi dan kemanusiaan tatkala dalam birokrasi yang sarat dengan KKN maka akan kontra produktif dan terjadi palak memalak. Kekuatan dan kekuasaan untuk mendominasi sumberdaya dengan cara personal in group out group.
10. Sistem Pengawasan dan auditing dari Point 1 sd 9 semua bermuara pada point 10.
Polisi dan pemolisiannya setidaknya pada tingkat manajemen dan operasionalnya ditujukan untuk mengatasi 10 point di atas. Pola pola pemolisian dapat secara filosofis dan strategis mengacu model community policing.
Secara operasionalnya dapat dikategorikan berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah.
Di era digital dan era new normal, model pemolisian dapat dikembangan melalui Smart Policing agar ada harmoni antara conventional policing, electronic policing dan forensic policing.
Sistem sistem mendasar pada pemolisian dapat dilihat dari :
1. Ranah Birokrasi yang dikategorikan :
a. Kepemimpinan
b. Administrasi
c. Operasional
d. Capacity
2. Ranah Masyarakat yang dapat dilihat dari :
a. Kemitraan
b. Pelayanan publik
c. Pemecahan masalah
d. Jejaring atau net working.
Dalam Akselerasi Transformasi Perilaku organisasi kepolisian dibangun secara profesional, cerdas, bermoral dan modern. Dengan pendekatan yang impersonal berbasis kompetensi
Walau penuh keterbatasan, tekanan dan tantangan bahkan ancaman sekalipun, tatkala suasana kerja harmoni dan bahagia maka akan nyaman, jiwa tenteram serta penuh harapan maka :
1. Kinerja akan terus meningkat kualitasnya.
2. Menurunnya tingkat penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan.
Manusia bukan robot. Robot bisa saja lebih canggih dalam bekerja namun tak memiliki hati, tidak ada kebijaksanaan yang memberi harapan sebagai motivasi akan meningkatkan kualitas kinerja.
Perubahan suatu keniscayaan. Tertinggal dari perubahan akan ditinggalkan karena dianggap sudah ketinggalan jaman. Mengimbangi perubahan akan lelah terengah engah. Mampu melampaui perubahan baru mampu mengatasi dan mengendalikan perubahan dan dampak dampaknya.
Perubahan begitu cepat. Tatkala terlambat atau tidak tepat maka cepat atau lambat pasti sekarat. Dalam membangun institusi yang profesional cerdas bermoral dan modern diperlukan adanya budaya organisasi yang dilandasi nilai nilai inti yang berbasis democratic policing yaitu :
1. Supremasi hukum.
2. Jaminan dan perlindungan HAM.
3. Transparansi.
4. Akuntabilitas.
5. Peningkatan kualitas hidup masyarakat.
6. Pembatasan dan pengawasan kewenangan.
Democratic policing dalam implementasinya menunjukan polisi dan pemolisiannya demi kemanusiaan, membangun dan memelihara keteraturan sosial dan peradaban.
Hal tersebut dapat ditunjukkan adanya :
1. Kepemimpinan yang transformatif.
2. SDM dengan kompetensi yang ahli kreatifitas dan visioner.
3. Dinamis dengan penuh kesadaran akan tugas dan tanggungjawabnya.
4. Didukung dengan modernisasi infrastruktur dan sistem sistemnya.
5. Tim transformasi sebagai tim back up.
6. Program program unggulan yang menjadi fokus dalam operasional yang bersifat rutin, khusus, maupun kontijensi.
7. Penerapan pada pilot project.
8. Sistem monitoring dan evaluasi.
9. Pola pola pengembangan.
Polisi dan pemolisiannya yang harmoni, dinamis dan membagikan kebahagiaan dalam perspektif perilaku organisasi dapat dikembangkan dalam berbagai alternatif gaya atau model pemolisiannya Dari berbasis wilayah, berbasis fungsi maupun berbasis dampak masalah.
Artikel Tulisan Karya: Kalemdiklat Polri, Komjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.